Selasa, 29 Mei 2012

AJARAN KHONGHUCU TENTANG TUHAN, KEIMANAN DAN HIDUP SETELAH MATI


Ajaran Tentang Tuhan 
 Agama kongfutzu, atau biasa dibunyikan dengan Kong Hu Cu, di kaitkan dengan nama pendiri agama ini yaitu Kung Fu Tze (551-479 SM). Ada yang menilai bahwa ajaran Kung Fu Tze bukanlah suatu agama melainkan hanyalah ajaran tentang nilai-nilai (Ethika) saja, karena Kung Fu Tzu sendiri menghindarkan diri untuk berbicara tentang alam gaib. Akan tetapi R.E Hume, Ph.D. dalam bukunya The World`s Living Religions Edisi 1950 menjelaskan bahwa sistem ajaran Kung Fu Tzu itu mengenal pengakuan terhadap kodrat maha Agung (Supreme Being), serta mempercayai pemujaan terhadap arwah Nenek Moyang (Ancetors-Worship), juga mengajarkan tata tertib Kebaktian. dengan landasan inilah seiring perkembangan zaman ajaran Kung Fu Tze termasuk kepada ajaran keagamaan.
Kung Fu Tze sendiri menghindarkan diri untuk berbicara tentang alam gaib dan kodrat gaib. Didalam keseluruhan himpunan klasik, yang langsung ditulis oleh Kung Fu Tze, Cuma satu kali saja dijumpai sebutan Shang Ti (Yang Maha Kuasa) dan itupun didalam baris sajak, (Shih Ching, 20 : 1).
      Akan tetapi dibalik itu memang dia banyak mempergunakan sebutan Tien, yang artinya Langit (Heaven). “Guru berkata mengakui dan mentaati ketetapan-ketetapan langit akan mustahil menjadi manusia sempurna”. (20 : 1,2,3).
      Dengan sebutan langit (Tien, Heaven) itu dipahamkan suatu kodrat yang menguasai perwujudan alam dan kehidupan manusiawi.
      Kung Fu Tze, dengan begitu mengakui perwujudan alam gaib dan kodrat gaib yang bersidat menentukan kehidupan manusiawi. Tetapi dia sendiri tidak melakukan pembahasan tentang alam gaib maupun kodrat gaib itu.
      Pemujaan resmi terhadap Penguasa Maha Agung (Supreme Ruler) di langit itu langsung diselenggarakan oleh penguasa agung dibumi atas nama seluruh rakyat, yakni oleh kaisar-kaisar Tiongkok.
      Agama Konghucu adalah agama monoteis, percaya hanya pada satu Tuhan, yang biasa disebut Tian, Tuhan Yang Maha Esa atau Shangdi (Tuhan Yang Maha Kuasa). Tuhan dalam konsep Konghucu tidak dapat diperkiarakan dan ditetapkan. Dalam Yijing dijelaskan bahwa Tuhan itu Maha Sempurna dan Maha Pencipta (Yuan) ; Maha Menjalin, Maha Menembusi dan Maha Luhur (Heng) ; Maha Pemurah, Maha Pemberi Rahmat dan Maha Adil (Li), dan Maha Abadi Hukumnya (Zhen).

Ajaran Tentang Keimanan 
Dalam agama Kong Hu Cu ada yang disebut pengakuan Iman, diantaranya ada delapan Pengakuan Iman (Ba Cheng Chen Gui) dalam agama Khonghucu:
1. Sepenuh Iman kepada Tuhan Yang Maha Esa (Cheng Xin Huang Tian)
2. Sepenuh Iman menjunjung Kebajikan (Cheng Juen Jie De)
3. Sepenuh Iman Menegakkan Firman Gemilang (Cheng Li Ming Ming)
4. Sepenuh Iman Percaya adanya Nyawa dan Roh (Cheng Zhi Gui Shen)
5. Sepenuh Iman memupuk Cita Berbakti (Cheng Yang Xiao Shi)
6. Sepenuh Iman mengikuti Genta Rohani Nabi Kongzi (Cheng Shun Mu Duo)
7. Sepenuh Iman memuliakan Kitab Si Shu dan Wu Jing (Cheng Qin Jing Shu)
8. Sepenuh Iman menempuh Jalan Suci (Cheng Xing Da Dao)[5]
      Keimanan kaum Kong Hu Cu (Konfusius) tidak lepas dari kitab suci agama itu sendiri yang diyakini ditulis oleh Konfusius sendiri yaitu :
  1. Shu Ching, Buku tentang sejarah. Aslinya mengandung 100 dokumen sejarah sejarah dinasti-dinasti kuno Cina dan mencakup suatu periode yang dimulai dari abad ke-24 S.M. sampai abad 8 S.M. Konfusius dikatakan telah menyusun dokumen-dokumen ini secara kronologis dan menulis kata pengantarnya. Dokumen ini tercampur dengan ajaran-ajaran agama dan moral.
  2. Shing Ching, yaitu buku tentang puisi, yaitu kumpulan sajak-sajak yang popular yang ditulis lima ratus tahun pertama dari dinasti Chan.
  3. Yi Ching, Buku tentangperubahan-perubahan. Buku ini mengemukakan system yang sangat fantastis menyangkut filsafat dan menjelaskan apa yang disebut dengan prinsip Yin (wanita) dan Yang (pria).
  4. Li, Chi, buku tentang upacara-upacara. Konfusius menyetujui beberapa upacara tradisional untuk mendisiplinkan rakyat dan membawakehalusan budi, keagungan dan kesopanan kedalam tingkah laku sosial mereka.
  5. Yeo, buku tentang music. Pada zaman konfusius music berhubungan erat dengan puisi, sehingga ketika ia menerbitkan sajak-sajak kuno ia juga menyusun pasangannya berupa music untuk setiap sajak yang telah diseleksinya.
  6. Chu`un Ch`ii, tentang sejarah musim semi dan musim rontok, yaitu catatan kronologis tentang peristiwa-peristiwa di negri Lu mulai tahun pertama pemerintahan pangeran Yiu (722 S.M) hingga tahun keempat belas dari pemerintahan pangeran Ai (481 S.M).
Ajaran Tentang Hidup Setelah Mati 
Menurut kepercayaan, ibu-bapa yang telah meninggal tetap hidup berkelanjutan dan tetap mengawasi turunannya. Perembahan makanan pada waktu-waktu tertentu itu bukan bersifat korban tebusan, tetapi perlambang santap bersama yang dipandang sakral.
Karakteristik umum dalam agama orang Cina pada masa Konfusius adalah penyembahan leluhur. Penyembahan leluhur adalah pemujaan roh-roh orang mati oleh kerabatnya yang masih hidup. Mereka percaya bahwa kelanjutan kehidupan roh-roh leluhurnya tergantung dari perhatian yang diberikan oleh para kerabatnya yang masih hidup. Mereka juga menyakini bahwa para roh tersebut dapat mengendalikan peruntungan keluarga.
C. Bush menyatakan:
“Penyembahan leluhur oleh keluarga kerajaan dan rakyat jelata mengungkapkan beberapa alasan mengapa mereka melakukannya. Mereka ingin para leluhur dapat hidup di luar kubur, menjalani hidup sama seperti bagaimana mereka hidup di bumi; oleh karena itu, yang masih hidup mencoba untuk memberikan apapun yang sekiranya diperlukan. Alasan kedua adalah bahwa jika mereka tidak diberi makanan, senjata, dan perlengkapan yang diperlukan untuk bertahan hidup di luar sana, para leluhur dapat mendatangi mereka sebagai hantu dan membawa masalah bagi yang hidup. Hingga kini, orang Cina merayakan "Festival Hantu Lapar", menaruh makanan dan anggur di depan rumah untuk memuaskan roh leluhur atau hantu yang tidak diperhatikan keturunannya yang kemudian menghantui. Motif ketiga adalah untuk memberitahu para leluhur apa yang terjadi pada masa kini, dengan harapan para roh leluhur itu, entah bagaimana caranya, mengetahui bahwa semuanya baik-baik saja sehingga mereka dapat hidup dengan damai. Dan alasan terakhir, pemujaan roh leluhur menunjukkan harapan bahwa para leluhur akan memberkati keluarga yang masih hidup, dengan anak-anak, kemakmuran, keharmonisan, dan segala yang berharga. (Richard C. Bush, The Story of Religion in China, Niles, IL: Argus Communication, 1977, hal. 2)”[8]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar