Taoisme sebagai
organisasi keagamaan muncul di Cina pada abad ke – 2M. Namun sebelumnya Taoisme
dipraktekan secara turun temurun oleh orang – orang Cina sejak Lao –tse
meninggalkan ajarannya untuk kepentingan orang – orang yang membutuhkannya. Taoisme
salah satu dari agama pribumi orang china dan ajaran – ajarannya diambil dari tradisi
klasik termasuk Huang – Lao, suatu tradisi yang diajarkan setelah Huang di (
cerita raja kuning ), Lao – tzu dan diikuti oleh para pengikut – pengikutnya
yang setia selama dinasti Han yang berkuasa di bagian barat china ( 206 SM – 24
M ), sampai sekarang ini.[1]
Taoisme
sekarang di Cina dibagi dalam dua sekte besar, yaitu :
1. Taoisme
Perdamaian Besar ( Taoism Of Great Peace )
2. Taoisme Lima
Gantang Beras ( Five Bushels Of Rice )
Tapi hanya
taoisme lima gantang beras yang dapat hidup dan berlangsung sampai sekarang ini,
sedangkan taoisme perdamaian besar dilarang oleh penguasa – penguasa feudal,
mungkin organisasinya atau ajaran – ajarannya dianggap dapat membahayakan
kepentingan Negara China. Sebagaimana kita ketahui bahwa China dikuasai oleh
komunis dan keyakinan keagamaan penduduk sangat dikontrol oleh pemerintah.
Ada tiga
buah buku yang penting bagi para penganut Tao, yaitu :
-
The Book of The Way Power ( Tao Te Jing)
-
The Book of Chuangtzu
-
The Book Great Peace
Lao – tzu
yang pertama kali mendirikan sekolah Qin Taoist, dipuja sebagai nenek moyang
Taoisme, dan ide mengenai jalan ( Tao ) yang terdapat dalam The Book of The Way
Power merupakan dasar dari Agama. Para pengikut Taoisme meyakini bahwa jalan (
Tao ) asal mula dari alam dan menciptakan semua makhluk – makhluk hidup, oleh
karena itu mereka memuja semua yang hidup di alam dan segala sesuatu yang lain
yang diciptakan oleh alam.
Pada abad ke
12, Taoisme sedikit demi sedikit dibagi dalam du bagian yaitu : Taoisme Chuan –
Chen dan Taoisme Cheng – i. Pendeta – pendeta dari Taoisme Chuan – Chen meninggalkan
keluarga mereka dan hidup di klenteng – klenteng atau wihara – wihara. Mereka
tidak makan daging – daging dan hidup dengan penuh kesederhanaan untuk menjadi
abadi. Banyak pendeta Taoisme Cheng – I hidup dengan keluarganya dan tidak
menolak makan daging, dan umumnya mereka membantu orang lain untuk mendapatkan
keberuntungan dan menjauhkan diri dari hal – hal yang jelek.
Pada masa
sekarang terdapat tidak kurang dari 1600 klenteng Tao di China, dan lebih dari
25.000 rumah – rumah pendeta dan pendeta wanita Tao yang setiap hari mengabdikan
dirinya untuk kepentingan agama maupun pelayanan pada umat Tao yang membutuhkan
pertolongannya.
Organisasi Tao
di China mempunyai sebuah jurnal yang diberi nama China Tao ( Tao orang China )
yang diterbitkan beberapa bulan sekali yang diedarkan ke rumah – rumah, terutama
para penganut Tao yang berlangganan, dan keseluruh dunia. Dengan diterbitkannya
jurnal agama Tao ini, maka para penganut agama Tao di seluruh china dan dunia
dapat mengetahui perkembangan agama tao setiap tahunnya di china.
Perkembangan
Agama Tao Di Indonesia
Pada zaman
orde baru, agama Tao terbelenggu oleh pemerintah. Tidak boleh ada yang berbau
Tao, termasuk juga tradisi – tradisi agama Tao, seperti Tahun baru imlek dan
upacara – upacara ritual keagamaan, dan lain sebagainya. Akibatnya generasi yang
lahir pada zaman orde baru itu menjadi kehilangan identitas dan tidak tahu lagi
apa agama Tao itu sebenarnya, dan masyarakat yang menganut agama tao pada saat
itu diminta untuk pindah ke agama lain, dan hanya tinggal tersisa sedikit orang
yang masih setia menganut agama Tao, meski tidak secara terbuka.
Akibatnya ketika
saat sekarang ini generasi – generasi muda ( khususnya orang Tionghoa beragama
Tao ) yang identitasnya sudah dihilangkan menjadi tidak mengerti, dan orang tua
yang hidup dan membawa agama tao ke Indonesia sudah pada meninggal dan tidak
mewariskan kepada anaknya, menjadi tidak tahu juga tentang agama tao.
Praktek
keagamaan Tao
Berikut adalah
beberapa praktek keagamaan Tao:
- Asal Usul Adanya Sam Seng Dan Persembahan Pada Dewa
- Yin Shen Jie Fu [Ying Sen Ciek Fuk]
- Upacara Pernikahan
- Upacara Kematian
Asal Usul
Adanya Sam Seng
Dan Persembahan Pada Dewa
Pada jaman dahulu sudah banyak orang-orang yang
datang ke klenteng mencari Tao Se - Tao Se (Guru-guru Tao) untuk meminta bantuan
atau pertolongan. Ada yang menanyakan nasib dan jodoh mereka, dan ada juga
untuk penyembuhan penyakit-penyakit serta meminta obat-obatan. Tetapi pada bulan-bulan
tertentu Tao Se - Tao Se itu tidak ada di klenteng karena mencari obat-obatan
di hutan atau di pegunungan, seperti ginseng, jamur, dan lain-lainnya. Dalam
pencarian obat ini dibutuhkan waktu berbulan-bulan lamanya.
Untuk itu
para Tao Se membuat Sam Seng supaya masyarakat atau orang-orang yang datang
dari jauh tidak kecewa karena Tao Se nya tidak berada di
tempat. Masyarakat yang tertolong kemudian membawa oleh-oleh untuk Tao Se
- Tao Se tersebut sebagai tanda terima kasih. Karena Tao Se - Tao Se tidak
berada di tempat, maka diletakkan di atas meja sembahyang. Ada juga yang datang
membawa persembahan kepada Dewa. Dari sinilah timbulnya kebiasaan
mempersembahkan sesuatu kepada Dewa. Pemberian persembahan kepada Dewa ini
kemudian menimbulkan persaingan di antara masyarakat itu sendiri, sehingga
timbullah persembahan Sam Seng.
Di mana
menurut pandangan masyarakat waktu itu Sam Seng mewakili 3 jenis hewan di dunia,
yaitu babi untuk hewan darat, ikan untuk hewan laut, dan ayam untuk hewan
udara. Demikianlah persembahan ini berlangsung secara turun-menurun sampai
sekarangpun masih ada. Dalam Tao, Sam Seng tidak digunakan sebagai persembahan
kepada Dewa. Jadi cukup dengan buah-buahan saja, antara lain: apel, pear,
jeruk, anggur, dll. Yang penting adalah buah-buahan yang segar dan tidak
berduri serta serasi dipandang mata.
Yin Shen Jie
Fu [Ying Sen Ciek Fuk] -
Sembahyang Tahun Baru Imlek
Biasanya
satu minggu sebelum tanggal satu bulan satu Imlek, yang sudah berumah tangga,
semua anggota keluarga membersihkan rumah secara keseluruhan. Semua Hu yang
sudah berubah warna (agak keputihan) dilepas dan diganti dengan baru, Hu yang
lama dibakar. Meja sembahyangan dibersihkan, patung-patung Dewa Dewi
diturunkan, dicuci dengan sabun dan dibilas dengan air bunga agar bersih dan
wangi. Nah meja sembahyangan dan patung-patung ditata kembali dengan rapi dan
siap menyambut tahun baru.
f. Upacara
Pernikahan.
Dalam
kehidupan seseorang, suatu pernikahan merupakan saat-saat yang penting dan
tidak terlupakan. Sepasang calon pengantin akan dengan penuh semangat
menyiapkan segala sesuatu untuk hari bahagia tersebut. Tentu saja hal ini
memakan waktu dan tenaga yang tidak sedikit, tetapi walaupun lelah, pada wajah
mereka tersirat harapan akan kebahagiaan. Harapan-harapan itulah yang membuat
mereka berdua mempunyai keinginan agar kebahagiaan mereka tersebut dapat
disaksikan dan disahkan, serta direstui oleh Thian dan para Dewa. Rasanya lebih
mantap. Maka kemudian timbul berbagai upacara sembahyang di hari pernikahan,
baik yang sederhana - sembahyang di rumah menghadap langit sebelah timur dengan
sebuah hio diatas kepala - sampai pernikahan yang diadakan di Taokwan atau
Kelenteng, tentu saja dengan berbagai pernak-perniknya.
Adat upacara
kematian Taoisme dilatar
belakangi hal-hal berikut:
Mereka mempercayai
bahwa dalam relasi seseorang dengan Tuhan atau kekuatan-kekuatan lain yang
mengatur kehidupan baik langsung maupun tidak langsung, berlaku hal-hal sebagai
berikut:
a. Adanya
reinkarnasi bagi semua manusia yang telah meninggal (cut sie)
b. Adanya hukum
karma bagi semua perbuatan manusia, antara lain tidak mendapat keturunan.
c. Leluhur yang
telah meninggal (arwah leluhur) pada waktu-waktu tertentu dapat diminta datang
untuk dijamu (Ce’ng be’ng)
d. Menghormati
para leluhur dan orang pandai (tuapekong)
e. Kutukan para
leluhur, melalui kuburan dan batu nisan yang dirusak (bompay)
f. Apa yang
dilakukan semasa hidup (di dunia) juga akan dialami di alam akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar