Ajaran
Tentang Tuhan
Agama kongfutzu, atau biasa
dibunyikan dengan Kong Hu Cu, di kaitkan dengan nama pendiri agama ini yaitu
Kung Fu Tze (551-479 SM). Ada yang menilai bahwa ajaran Kung Fu Tze bukanlah
suatu agama melainkan hanyalah ajaran tentang nilai-nilai (Ethika) saja, karena
Kung Fu Tzu sendiri menghindarkan diri untuk berbicara tentang alam gaib. Akan
tetapi R.E Hume, Ph.D. dalam bukunya The World`s Living Religions Edisi 1950
menjelaskan bahwa sistem ajaran Kung Fu Tzu itu mengenal pengakuan terhadap
kodrat maha Agung (Supreme Being), serta mempercayai pemujaan terhadap
arwah Nenek Moyang (Ancetors-Worship), juga mengajarkan tata tertib
Kebaktian. dengan landasan inilah seiring perkembangan zaman ajaran Kung Fu Tze
termasuk kepada ajaran keagamaan.
Kung Fu Tze
sendiri menghindarkan diri untuk berbicara tentang alam gaib dan kodrat gaib.
Didalam keseluruhan himpunan klasik, yang langsung ditulis oleh Kung Fu Tze,
Cuma satu kali saja dijumpai sebutan Shang Ti (Yang Maha Kuasa) dan itupun
didalam baris sajak, (Shih Ching, 20 : 1).
Akan tetapi dibalik itu memang dia banyak mempergunakan sebutan Tien, yang
artinya Langit (Heaven). “Guru berkata mengakui dan mentaati
ketetapan-ketetapan langit akan mustahil menjadi manusia sempurna”. (20 :
1,2,3).
Dengan sebutan langit (Tien, Heaven) itu dipahamkan suatu kodrat yang menguasai
perwujudan alam dan kehidupan manusiawi.
Kung Fu Tze, dengan begitu mengakui perwujudan alam gaib dan kodrat gaib yang
bersidat menentukan kehidupan manusiawi. Tetapi dia sendiri tidak melakukan
pembahasan tentang alam gaib maupun kodrat gaib itu.
Pemujaan resmi terhadap Penguasa Maha Agung (Supreme Ruler) di langit
itu langsung diselenggarakan oleh penguasa agung dibumi atas nama seluruh
rakyat, yakni oleh kaisar-kaisar Tiongkok.
Agama Konghucu adalah agama monoteis, percaya hanya pada satu Tuhan, yang biasa
disebut Tian, Tuhan Yang Maha Esa atau Shangdi (Tuhan Yang Maha Kuasa). Tuhan
dalam konsep Konghucu tidak dapat diperkiarakan dan ditetapkan. Dalam Yijing
dijelaskan bahwa Tuhan itu Maha Sempurna dan Maha Pencipta (Yuan) ; Maha
Menjalin, Maha Menembusi dan Maha Luhur (Heng) ; Maha Pemurah, Maha Pemberi
Rahmat dan Maha Adil (Li), dan Maha Abadi Hukumnya (Zhen).
Ajaran
Tentang Keimanan
Dalam agama
Kong Hu Cu ada yang disebut pengakuan Iman, diantaranya ada delapan Pengakuan
Iman (Ba Cheng Chen Gui) dalam agama Khonghucu:
1. Sepenuh
Iman kepada Tuhan Yang Maha Esa (Cheng Xin Huang Tian)
2. Sepenuh
Iman menjunjung Kebajikan (Cheng Juen Jie De)
3. Sepenuh
Iman Menegakkan Firman Gemilang (Cheng Li Ming Ming)
4. Sepenuh
Iman Percaya adanya Nyawa dan Roh (Cheng Zhi Gui Shen)
5. Sepenuh
Iman memupuk Cita Berbakti (Cheng Yang Xiao Shi)
6. Sepenuh
Iman mengikuti Genta Rohani Nabi Kongzi (Cheng Shun Mu Duo)
7. Sepenuh
Iman memuliakan Kitab Si Shu dan Wu Jing (Cheng Qin Jing Shu)
8. Sepenuh
Iman menempuh Jalan Suci (Cheng Xing Da Dao)[5]
Keimanan kaum Kong Hu Cu (Konfusius) tidak lepas dari kitab suci agama itu
sendiri yang diyakini ditulis oleh Konfusius sendiri yaitu :
- Shu Ching, Buku tentang sejarah. Aslinya mengandung 100 dokumen sejarah sejarah dinasti-dinasti kuno Cina dan mencakup suatu periode yang dimulai dari abad ke-24 S.M. sampai abad 8 S.M. Konfusius dikatakan telah menyusun dokumen-dokumen ini secara kronologis dan menulis kata pengantarnya. Dokumen ini tercampur dengan ajaran-ajaran agama dan moral.
- Shing Ching, yaitu buku tentang puisi, yaitu kumpulan sajak-sajak yang popular yang ditulis lima ratus tahun pertama dari dinasti Chan.
- Yi Ching, Buku tentangperubahan-perubahan. Buku ini mengemukakan system yang sangat fantastis menyangkut filsafat dan menjelaskan apa yang disebut dengan prinsip Yin (wanita) dan Yang (pria).
- Li, Chi, buku tentang upacara-upacara. Konfusius menyetujui beberapa upacara tradisional untuk mendisiplinkan rakyat dan membawakehalusan budi, keagungan dan kesopanan kedalam tingkah laku sosial mereka.
- Yeo, buku tentang music. Pada zaman konfusius music berhubungan erat dengan puisi, sehingga ketika ia menerbitkan sajak-sajak kuno ia juga menyusun pasangannya berupa music untuk setiap sajak yang telah diseleksinya.
- Chu`un Ch`ii, tentang sejarah musim semi dan musim rontok, yaitu catatan kronologis tentang peristiwa-peristiwa di negri Lu mulai tahun pertama pemerintahan pangeran Yiu (722 S.M) hingga tahun keempat belas dari pemerintahan pangeran Ai (481 S.M).
Ajaran
Tentang Hidup Setelah Mati
Menurut
kepercayaan, ibu-bapa yang telah meninggal tetap hidup berkelanjutan dan tetap
mengawasi turunannya. Perembahan makanan pada waktu-waktu tertentu itu bukan bersifat
korban tebusan, tetapi perlambang santap bersama yang dipandang sakral.
Karakteristik
umum dalam agama orang Cina pada masa Konfusius adalah penyembahan leluhur.
Penyembahan leluhur adalah pemujaan roh-roh orang mati oleh kerabatnya yang
masih hidup. Mereka percaya bahwa kelanjutan kehidupan roh-roh leluhurnya
tergantung dari perhatian yang diberikan oleh para kerabatnya yang masih hidup.
Mereka juga menyakini bahwa para roh tersebut dapat mengendalikan peruntungan
keluarga.
C. Bush
menyatakan:
“Penyembahan
leluhur oleh keluarga kerajaan dan rakyat jelata mengungkapkan beberapa alasan
mengapa mereka melakukannya. Mereka ingin para leluhur dapat hidup di luar
kubur, menjalani hidup sama seperti bagaimana mereka hidup di bumi; oleh karena
itu, yang masih hidup mencoba untuk memberikan apapun yang sekiranya
diperlukan. Alasan kedua adalah bahwa jika mereka tidak diberi makanan,
senjata, dan perlengkapan yang diperlukan untuk bertahan hidup di luar sana,
para leluhur dapat mendatangi mereka sebagai hantu dan membawa masalah bagi
yang hidup. Hingga kini, orang Cina merayakan "Festival Hantu Lapar",
menaruh makanan dan anggur di depan rumah untuk memuaskan roh leluhur atau
hantu yang tidak diperhatikan keturunannya yang kemudian menghantui. Motif
ketiga adalah untuk memberitahu para leluhur apa yang terjadi pada masa kini,
dengan harapan para roh leluhur itu, entah bagaimana caranya, mengetahui bahwa
semuanya baik-baik saja sehingga mereka dapat hidup dengan damai. Dan alasan
terakhir, pemujaan roh leluhur menunjukkan harapan bahwa para leluhur akan
memberkati keluarga yang masih hidup, dengan anak-anak, kemakmuran,
keharmonisan, dan segala yang berharga. (Richard C. Bush, The Story of Religion
in China, Niles, IL: Argus Communication, 1977, hal. 2)”[8]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar